Rabu, 28 Oktober 2015
Selasa, 27 Oktober 2015
SANGGUPKAH HIDUP BERTAHUN-TAHUN TANPA BUAH dan SAYUR???
TOMAT???
Apakah di luang timur anda pernah menanam tomat???
mungkin saja pernah dicoba, tetapi hasilnya tidak maksimal...
musim kemarau berkepanjangan dari bulan September sampai bulan November,,, membuat tanah pulau kering kerontang...
banyak siswa, khususnya SD, SMP sebagian besar. yang tidak pernah melihat wujud buah-buahan dan sayur sayuran... secara lengkap.
secara umum, siswa hanya mengenal sayur daun ubi, jantung pisang, bunga pepaya...
kangkung dan sawi manis jika musim hujan di bulan desember.
Buah yang familiar bagi mereka adalah jeruk dan mangga...
coba kita tanya kepada mereka " brokoli" pasti mereka tertawa, nama apa itu???
atau coba kita tanyakan, pernahkah mereka makan buah anggur???
secara umum mereka menggeleng...
sehingga bagi saya seorang guru bahasa inggris, sangatlah susah untuk mengajarkan nama-nama sayuran kepada mereka dalam bahasa inggris.
walaupun saya bisa menunjukkan gambar sayuran tersebut, mereka tidak pernah melihatnya... sama saja dengan menghayal..
tapi yang elbih menyedihkan adalah bukan perkara pernah melihat atau tidak.
mereka jarang mankan sayuran...
apakah gizi untuk mereka cukup???
Mereka adalah rakyat Indonesia. Di sana dikibarkan Merah Putih.
Tapi sampaikah uluran tangan pemerintah pusat ke sana tentang sayur dan buah tadi??
ataukah hanya dibiarkan begitu saja menjadi urusan pribadi mereka??
Jika mereka tidak mau bergabung lagi ke Indonesia, bagaimana. Disitu pemerintah pusat bertindak???
Saya Guru SM-3T angkatan III, penempatan pulau luang..
setahun tanpa sayur dan buah...
bagaimana jika bertahun-tahun??
sanggupkah???
saya belum yakin...
Apakah di luang timur anda pernah menanam tomat???
mungkin saja pernah dicoba, tetapi hasilnya tidak maksimal...
musim kemarau berkepanjangan dari bulan September sampai bulan November,,, membuat tanah pulau kering kerontang...
banyak siswa, khususnya SD, SMP sebagian besar. yang tidak pernah melihat wujud buah-buahan dan sayur sayuran... secara lengkap.
secara umum, siswa hanya mengenal sayur daun ubi, jantung pisang, bunga pepaya...
kangkung dan sawi manis jika musim hujan di bulan desember.
Buah yang familiar bagi mereka adalah jeruk dan mangga...
coba kita tanya kepada mereka " brokoli" pasti mereka tertawa, nama apa itu???
atau coba kita tanyakan, pernahkah mereka makan buah anggur???
secara umum mereka menggeleng...
sehingga bagi saya seorang guru bahasa inggris, sangatlah susah untuk mengajarkan nama-nama sayuran kepada mereka dalam bahasa inggris.
walaupun saya bisa menunjukkan gambar sayuran tersebut, mereka tidak pernah melihatnya... sama saja dengan menghayal..
tapi yang elbih menyedihkan adalah bukan perkara pernah melihat atau tidak.
mereka jarang mankan sayuran...
apakah gizi untuk mereka cukup???
Mereka adalah rakyat Indonesia. Di sana dikibarkan Merah Putih.
Tapi sampaikah uluran tangan pemerintah pusat ke sana tentang sayur dan buah tadi??
ataukah hanya dibiarkan begitu saja menjadi urusan pribadi mereka??
Jika mereka tidak mau bergabung lagi ke Indonesia, bagaimana. Disitu pemerintah pusat bertindak???
Saya Guru SM-3T angkatan III, penempatan pulau luang..
setahun tanpa sayur dan buah...
bagaimana jika bertahun-tahun??
sanggupkah???
saya belum yakin...
perjalanan dari kupang ke SMK perikanan Mdona hyera. Maluku Barat daya
Saya mengabdi di Pulau luang, Desa Luang Timur, Kecamatan Mdona Hyera. Kabupaten Maluku Barat Daya. Di pulau itu hanya terdapat 2 desa, sementara desa yang lainnya berada satu pulau dengan pusat kecamatan yang bisa ditempuh dengan waktu 5 jam dengan menggunakan perahu motor yang berbahan bakar solar.
dari Sumatera, untuk bisa sampai di pulau luang. Saya harus ke Kupang dahulu. Kemudian dari pelabuhan kupang harus menumpangi kapal barang bernama Kapal Cantika 88 dan berlayar selama 4 hari. Selama di kapal, saya tidak bisa mandi karena kamar mandi hanya 1 dan itu digunakan oleh Anak Buah Kapal. Kapal ini harus singgah di dermaga yang dilewati untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Waktu itulah yang saya pergunakan untuk keluar dari kapal untuk menumpang mandi ke rumah-rumah warga yang ada di pulau-pulau itu, terkadang saya hanya punya waktu untuk sikat gigi dan cuci muka.
Di pulau penempatan saya tidak ada dermaga, begitu juga di pusat kecamatan. sehingga saat kapal berlabuh di pusat kecamatan itu saya pun harus turun melalui tangga kapal yang sederhana, yang sering disebut dengan tangga monyet, kemudian langsung melompat ke atas perahu motor yang sudah menunggu di bawah. jika ada gelombang, maka akan sangat susah untuk melompat ke perahu motor. dan dari pusat kecamatan saya melanjutkan perjalanan selama 5 jam, untuk sampai di pulau luang.
Untuk sekedar sampai di Pulau luang, nyawa harus menjadi taruhan atas pengabdian di pulau ini. di pulau ini sangat susah dibangun dermaga. karena jarak antara kampung (pulau) ke laut dalam sangatlah jauh yaitu sekitar 3 km. Sehingga tidak mungkin untuk membangun dermaga sepanjang 3 km dalam waktu dekat.
Sesampai di sana, saya ditugaskan di SMK Perikanan Mdona Hyera. Siswa SMK ini belum pernah bertemu dengan guru dengan pendidikan bahasa inggris. Selama ini mereka hanya diajar oleh guru-guru honor yang berlatar pendidikan non keguruan tetapi bisa bahasa inggris walau hanya sedikit.
Saat mengajar di kelas, saya mulai, materi pelajaran bahasa inggris dari Alphabet A-Z dan angka 1-100.
Sekolah yang berada tepat di tepi pantai ini merupakan sekolah baru. semua siswa tidak ada yang memiliki buku cetak dan kamus. Mereka hanya bisa mengandalkan buku tulis dan pulpen. Setiap hari saya harus mencatatkan materi di papan tulis.
dari Sumatera, untuk bisa sampai di pulau luang. Saya harus ke Kupang dahulu. Kemudian dari pelabuhan kupang harus menumpangi kapal barang bernama Kapal Cantika 88 dan berlayar selama 4 hari. Selama di kapal, saya tidak bisa mandi karena kamar mandi hanya 1 dan itu digunakan oleh Anak Buah Kapal. Kapal ini harus singgah di dermaga yang dilewati untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Waktu itulah yang saya pergunakan untuk keluar dari kapal untuk menumpang mandi ke rumah-rumah warga yang ada di pulau-pulau itu, terkadang saya hanya punya waktu untuk sikat gigi dan cuci muka.
Di pulau penempatan saya tidak ada dermaga, begitu juga di pusat kecamatan. sehingga saat kapal berlabuh di pusat kecamatan itu saya pun harus turun melalui tangga kapal yang sederhana, yang sering disebut dengan tangga monyet, kemudian langsung melompat ke atas perahu motor yang sudah menunggu di bawah. jika ada gelombang, maka akan sangat susah untuk melompat ke perahu motor. dan dari pusat kecamatan saya melanjutkan perjalanan selama 5 jam, untuk sampai di pulau luang.
Untuk sekedar sampai di Pulau luang, nyawa harus menjadi taruhan atas pengabdian di pulau ini. di pulau ini sangat susah dibangun dermaga. karena jarak antara kampung (pulau) ke laut dalam sangatlah jauh yaitu sekitar 3 km. Sehingga tidak mungkin untuk membangun dermaga sepanjang 3 km dalam waktu dekat.
Sesampai di sana, saya ditugaskan di SMK Perikanan Mdona Hyera. Siswa SMK ini belum pernah bertemu dengan guru dengan pendidikan bahasa inggris. Selama ini mereka hanya diajar oleh guru-guru honor yang berlatar pendidikan non keguruan tetapi bisa bahasa inggris walau hanya sedikit.
Saat mengajar di kelas, saya mulai, materi pelajaran bahasa inggris dari Alphabet A-Z dan angka 1-100.
Sekolah yang berada tepat di tepi pantai ini merupakan sekolah baru. semua siswa tidak ada yang memiliki buku cetak dan kamus. Mereka hanya bisa mengandalkan buku tulis dan pulpen. Setiap hari saya harus mencatatkan materi di papan tulis.
FOTO DAN KISAH PERJALANAN KU KE MALUKU BARAT DAYA
saat kapal sudah mau berangkat, semua nya masih rapi dan baik-baik saja. begitu juga hati yang masih tersusun rapi.
pendatang baru di tanah maliuku barat daya, harus ramah tamah kepada penduduk asli di sana. bertanya-tanya tentang keadaan di sana.
beginilah suasana tidur di kapal, yang memang tidak bisa tidur lurus, karena sempit. Penulis tidak ada foto, karena penulis memegang kamera. foto ini asli, tanpa direkayasa.
Semangat untuk mengabdi tercermin di wajah temah-temanku. Wlau hati nya berkecamuk, tapi senyum ke kamera. tak pernah pudar.
rasa persaudaraan itu muncul, ketika saling menolong di saat bersempitan. tidak ada cara lain.
aku tau bahwa aku salah mengambil foto ini, tapi ini kulakukan karena keadaan terpaksa. Sedikit kenang-kenangan dari seseorang yang sangat kami banggakan dan kami rindukan. Pak, saya tidak bisa tidur jadi saya ambil foto-foto orang lain tidur. Bapak tidur di atas beras, memberikan teladan kepada kami bahwa kami harus bertahan hidup. terimakasih bapak.
posisi tidur yan g sudah tak karuan,, bengkok sana dan benkok sini...
suasana malam hari di atas kapal sungguh dingin,,,,, berrrrr
meletakknan badan di sela-sela tumpukan barang...
suasana tidur malam itu sungguh enak dipandang mata. semua penumpang terlelap. pastinya mereka sudah berdoa sebalum tidur.. sehingga kapal akan selamat.
pagu hari menyambut para sarjana muda ini,, melihat hp,,, ternyata sinyal sudah tidak ada...
masih terlelap karena kecapean waktu masih di darat.
bangun tidur choy.... hehehe...
bangun tidur langsung lihat kaca,,,, perika apakah ada iler atau ngences...
pagi hari belum cuci muka....
klo semalam lasak tidurnya, pasti sudah terguling ke lautan..
Minggu, 25 Oktober 2015
SUARA PANGGILAN DARI MALUKU BARAT DAYA
HIDUP
ADALAH PENGALAMAN, sepotong kalimat inilah yang menjadi penyemangat dalam
petualangan di dunia baru yang jauh dari kampung halamanku, orang tua,
saudara dan juga teman-teman ku. Perjalanan
panjang ini di awali dari rasa penasaran ku terhadap sebuah program pemerintah bernama
SM-3T (Sarjana Mendidik daerah Terdepan, Terluar dan Tertingggal). Program ini
telah membawa ku masuk ke sebuah dunia baru yang pastinya sangat menantang.
Pagi,
di kota padang 2 September 2013, untuk
pertama kalinya kaki ini melangkah ke Kota ini. Disambut mentari pagi yang
cerah, mendarat dengan selamat adalah hal yang menyenangkan bagi ku dan sepuluh
orang teman seperjuangan ku yang akan mengikuti kegiatan pra kondisi di kota
ini. Alam Kota Padang mengingatkan aku akan sebuah kisah Si Maling Kundang, serasa
tak percaya akhirnya aku tiba juga di kota ini, kota yang selama ini hanya bisa
ku lihat dalam peta Indonesia, cerita dan televisi. Hembusan nafasku berkata “Aku
datang kota padang” .
Hangatnya
mentari pagi di bandara Minang Kabau cukup memanjakan khayalan ku tentang indahnya
kota ini, tapi tidak dengan perjalan ku. Setelah keluar dari bandara kami harus
berjuang mencari tempat untuk menginap karena jadwal untuk masuk asrama tempat
pra-kondisi diadakan 3 hari lagi. Dari bandara, kami menggunakan angkot
carteran, bukan Damri atau si mewah Taxi dengan harapan bisa menghemat ongkos. Di
angkot ini kami bersepuluh berdesak-desakan termasuk tas-tas kami yang
rata-rata memuat 25 kg. Kami sudah seperti ikan rebus yang disusun dalam kardus
yang berhimpit-himpitan.
Mengunakan
angkot berputar-putar mencari penginapan, namun sipenginapan tak kunjung juga dapat. Empat jam berlalu akhirnya
dapatlah sebuah penginapan, di penginapan inilah aku duduk sebentar untuk
melepaskan rasa lelah sejenak. Tak berselang beberapa menit kemudian ku putuskan
untuk mencari makanan bersama teman-teman. Kami memilih warung kecil di pinggir
jalan. Hati pun senang, makan pertama di
kota padang., tapi muncul sedikit masalah saat si penjual menggunakan bahasa
daerah yang sama sekali tidak kumengerti. Aku merasa binggung dan kaku untuk menjawab
karena aku memang tak tahu maksudnya. Walau
terbingung-bingung, pada akhirnya ku pesan saja makanannya dengan bahasa Indonesia
sambil menunjuk langsung menu yang aku mau. Pada akhirnya kami tetap menikmati makanan yang enak di kota
padang, yaitu ikan nila yang dibakar dengan bumbu khas padang. Kami pulang ke
penginapan dengan perut kenyang dan hati gembira.
Selama
11 hari Mengikuti Pra-kondisi di LPMP dan berkemah di Lubuk Minturun, dengan
segala pendidikan dan pelatihan telah membuat ku benar-benar siap untuk mengabdi. Tak sabar aku ingin
berangkat de daerah sasaran penempatan ku di Maluku Barat Daya (MBD) . Banyak cerita yang
membuat ku semakin ingin segera sampai di daerah penempatan ku mengabdi, untuk aku berbagi
cerita tentang dunia pendidikan kepada saudara-saudara sebangsa ku yang katanya
tinggal di tempat sangat di terpencil
itu.
Hari
itu 15 september 2013, Sekitar pukul sebelas Waktu Indonesia Barat kami
berangkat dari kota Padang menuju kota Kupang, 48 orang guru SM-3T yang Rombongan
Maluku Barat Daya siap beraksi dan berjuang. Saat itu aku tak gentar walau
sedikit. Terbang dengan burung besi dan sampai di Bandara Soekarno –Hatta. Kami menunggu hingga pukul empat sore, lalu terbang
lagi menuju kota Surabaya. Sesampainya di kota surabaya, tepatnya di Bandara
Juanda hari pun telah malam. Di Bandara ini kami tak perlu turun dari pesawat, karena
penumpang dari Bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan Bandara Juanda pun turun
dan penumpang dari bandara Juanda dengan
tujuan bandara Eltari Kota Kupang pun naik. Hatiku senang karena sudah bisa
melihat wajah orang Kupang secara nyata, yang selama ini hanya bisa kulihat di
televisi. kulit agak gelap, badan setinggi
160 cm, rambut keriting. Sambil
menikmati perjalanan malam hari di dalam pesawat, aku pun tertidur karena
kelelahan. Hingga pada akhirnya sekitar
jam dua belas malam WITA kami sampai di Bandara Eltari Kupang.
Di
Bandara Eltari, kami lama menunggu bus Damri yang dipesan oleh Kepala Dinas
Pendidikan Maluku Barat Daya. Sesaat setelah bus nya datang, kami bergegas dan
bekerja sama untuk memasukkan barang-barang kami ke dalam bus, dan bus siap meluncur
menuju Hotel Kelimutu. Hotel ini sejenis penginapan sederhana dengan bayaran
murah. Kamar yang kami dapat adalah
kamar berukuran 4x4 dengan kamar mandi di dalam. Dengan penampilan kamar yang
sederhana, kami menikmati istirahat malam itu. Letihku tak terkira, tulang dan
persendian serasa terbongkar. Aku
menghempaskan tubuh di kasur yang memang tidak empuk lagi. Kami pun tidur
dengan nyenyak hingga tiada terasa pagi telah menyambut.
Setelah
menginap selama 2 malam di hotel itu, tanggal 17 SIANG siang hari kami menuju Pelabuhan Tenau,
Kupang. Dan ternyata di sana telah sandar kapal sederhana yang bernama Cantika
88. Betapa terkejut hati ini, ternyata kapal nya tak sebesar kapal yang ada
dalam bayangan dan perbincangan kami dengan teman, kapalnya adalah kapal perintis
yang berukuran panjang 50 meter dan lebar 12 meter. Kapal ini 2 lantai, yaitu
lantai dasar yang dilengkapi dengan tempat tidur dan lantai atas yaitu palka
kapal yang biasa tempat barang. Kapal
tersebut menampung sekitar enam ratus ratus orang serta barang milik penumpang
berupa bahan
bangunan, barang-barang toko seperti, lemari, rak piring, tempat tidur, beras, dan sembako, hewan ternak dan barang-barang lainnya. Beban pada kapal itu mencapai ribuan ton.
bangunan, barang-barang toko seperti, lemari, rak piring, tempat tidur, beras, dan sembako, hewan ternak dan barang-barang lainnya. Beban pada kapal itu mencapai ribuan ton.
Kami
memilih untuk tinggal di lantai atas yaitu palka kapal yang hanya beratapkan
plat besi dan berdinding terpal dan beralaskan karpet tipis. Kami tak yakin
dengan keadaan itu kami bisa selamat sampai tujuan. Berdasarkan informasi yang
kami dapat dari Penduduk asli Maluku Barat Daya lama perjalana 5 hari 4 malam,
karena kapal akan singgah di pulau-pulau untuk menurunkan dan menaikkan
penumpang dan juga barang, tapi semangat
perjuangan kami tidak luntur sama sekali.
Sore
itu sekitar pukul 4, strom III pun berbunyi pertanda kapal lepas tali dari dermaga,
rasa takut pun mulai menghinggapi hatiku. Tak henti – hentinya aku berdoa di
dalam hati. 4 jam pertama di atas kapal, hari pun mulai gelap. Secara bertahap
kami mengatur palka itu dengan menggeser barang-barang yang kami punya agar
kami bisa tidur. Kami tidak bisa tidur terlentang secara bebas. Sebagian besar
dari kami hanya bisa duduk sambil memejamkan mata dan bersandar pada
barang-barang yang pas untuk disandari.
Seiring
berjalannya waktu, beberapa di antara kami mabok laut dan akhirnya merasa mual
dan muntah. Ketidak nyamanan mulai terasa, hingga detik dan menit pun terasa
lama. Kapal itu tidak berhenti selama 1 hari 1 malam untuk melewati lautan
timor leste. Kebosanan pun mulai terjadi dan sinyal yang muncul pun sinyal TLS (sinyal
timor leste). Kami tidak mengaktifkan telepon seluler karena biaya telepon dan
sms nya sangat mahal, contohnya jika ada SMS
masuk ke telepon seluler dan kami membuka isi sms nya maka pulsa kami
akan terpotong 5 ribu. Secara umum, masyarakat yang melewati daerah ini sudah
mengetahuinya, begitu pula dengan kami yang sudah di beritahu oleh masyarakat
yang ada di kapal.
Selama
5 hari 4 malam di atas kapal, canda dan tawa pun tercipta oleh kami, guru-guru
SM-3T di atas kapal. Hingga kedekatan dengan masyarakat Maluku Barat Daya pun mulai
terjalin. Kami tetap semangat walaupun terkadang ombak menghantam kapal yang
kami tumpangi. Mulai hari ke dua, secara bertahap guru-guru SM-3T pun
dilepaskan dan diberangkatkan oleh Dosen dan rekan-rekan guru Sm-3T lainnya.
Sebagian pulau tidak memiliki dermaga, dari atas kapal langsung turun ke perahu melalui
tangga yang ada pada samping kapal. Tangis haru pun menyertai keberangkatan
Guru yang dilepas.
Demikianlah
perjalanan dari 28 Guru SM-3T yang sudah dilepaskan, hingga tinggal lah kami 20
orang guru SM-3T yang akan diturunkan di desa Mahaleta, Pulau sermatang. Waktu itu
sudah menunjukkan pukul 23.00 WITA. Di Pulau Sermatang ini tidak ada dermaga,
sehingga kami harus turun melalui tali dan ban yang disusun di sisi kapal, dan
langsung melompat ke atas perahu. Kami sangat ketakutan sehingga banyak di
antara kami yang berteriak karena tidak berani turun. Melalui proses yang
lumayan lama, akhirnya kami semua pun turun dengan selamat.
Setelah
sampai di daratan, tiba-tiba aku merasa pusing. Daratan seolah bergoyang. Kami
menginap di rumah penduduk yang ada di pulau itu, karena besok hari nya kami
akan dipencar menuju desa kami masing-masing. Beberapa di antara kami ada yang
berjalan kaki menuju desa tempatnya mengabdi, ada yang menggunakan truk dan ada
juga yang menggunakan sepeda motor. Sementara aku, ditempatkan di Pulau
luang, dan dari desa Mahaleta itu harus
naik perahu lagi selama kurang lebih 5 jam.
Guru
SM-3T yang ditempatkan di pulau luang ada 7 orang, di Desa luang barat 2 orang
dan di Desa Luang timur 5 orang. Aku ditempatkan di Desa Luang Timur. Tanggal 22
siang , aku bersama rekan ku yang di tempatkan di Desa Luang Timur berangkat dari
Desa Mahaleta menuju Desa Luang Timur. Di tengah lautan itu beberapa kali
perahu bermesin yang kami tumpangi rusak. Aku dan teman-teman ku sangat ketakutan,
dan berdoa tiada henti. Setelah mendapat perbaikan dari juru mudi, maka aksi
berlayar pun dilanjutkan. Sampai lah di Desa Luang timur dengan selamat.
Hal
yang membuat aku terkesima adalah ketika sampai di pantai, ikan banyak melompat
ke udara, seolah mengucapkan selamat datang untuk kami. Ini seolah mimpi tapi
benar terjadi. Setelah perahu kandas ke pantai, maka anak0anak pun berlarian
untuk memperebutkan barang bawaan kami. Sungguh sambutan yang hangat luar
biasa.
Masyarakat luang timur sangat ramah
dan baik hati menyambut tamu. Demikian juga lah kami yang juga ramah layaknya
seorang guru. Karena di sana tidak ada perumahan guru yang kosong dan rumah
penduduk yang kosong, akhirnya kami disarankan agar tinggal di Perumahan untuk
pendeta di Gereja Protestan Maluku (GPM) bersama pendeta dan keluarganya.
Setelah
mandi, kami makan malam dan beristirahat. Walau sedikit pusing, kami tidur
dengan nyenyak. Hingga besok pagi nya
kami pergi ke sekolah.
Sekolah
penempatanku adalah SMK Negeri Perikanan Mdona Hyera. Hari pertama masuk
sekolah sungguhlah mendebarkan hati, bertemu dengan guru-guru dan para
siswa. Ada 5 guru PNS di sekolah itu dan 2 tenaga honor daerah.
Perkenalan pun dimulai dengan guru dan dihadapan semua siswa.
Siswa
nya sangat ramah dan suka menolong. Secara umum, siswa berkulit hitam manis dan
ber rambut gelombang. Waktu berdiri di hadapan mereka semua, tergambar di wajah
para siswa secerca harapan akan mendapatkan ilmu pengetahuan. Mereka adalah harapan bangsa di masa depan. Perkenalan pun dimulai, “ Nama Saya adalah
Rotua Simanjuntak, biasa dipanggil Ibu Juntak”. Dan mereka mulai
menyebut-nyebut nama panggilan untuk saya,Ibu juntak. Nama itu tidak pernah
mereka dengar sebelumnya.
3
hari setelah berada di pulau luang hari pertama kami mandi laut dan main
perahu. Sungguh perasaan kami sangat senang dan bahagia, tapi saat ada anak
kecil yang dimarahi orang tuanya karena mengajak kami mandi di laut, itu
membuat kami sangat sedih. ternyata belum lama, ada kejadian ada
anak-anak yang meninggal akibat tenggelam di laut.
Pulau Luang
adalah pulau yang kaya akan Sumber Daya Alam. Sumber Daya yang ada di laut nya
sangatlah melimpah. Bila tiba waktunya angin teduh, ikan pun mudah di
dapat. Memancing adalah pilihan pertama, untuk mendapatkan lauk untuk dimasak. Selain
untuk mendapatkan laut untuk dimasak dan di makan sebagai sumber protein, maka
memancing ikan pun menjadi pilihan terakhir. Siang hari setelah pulang sekolah,
ingin rasanya menonton televisi atau mendengar lagu-lagu favorit.Tapi saat itu
sanga tidak mungkin, karena sumber Arus listrik tidak ada dan juga tidak ada
sinya telepon seluler..Memancing di laut bisa menghibur diri sendiri.
Kalau keadaan
laut tenang, kami habiskan hari-hari kami memancing di laut setelah pulang
sekolah. Sepulang memancing, aku biasanya menyempatkan diri untuk madi di
pantai bersama anak-anak. Itulah cara ku mendekatkan diri dengan anak-anak
didik ku dan juga semua anak-anak yang ada di pulau itu.
Sore hari
jika tidak bisa main di laut, aku pergi berjalan-jalan ke rumah warga. Satu per
satu rumah warga ku kunjungi hingga selama setahun, hampir semua rumah telah ku
kunjungi.
Langganan:
Postingan (Atom)